Ini adalah tugas akhir dari mata kuliah makro ekonomi di semester 2 saya :
semoga bermanfaat.......
Gejolak Rupiah di Tahun Politik
Sebagai bagian dari anak bangsa tentu akan bangga
apabila nilai mata uang Rupiah kuat. Sementara berbagai faktor memberikan
indikasi akan semakin melemahnya Rupiah di tahun politik ini. Kita secara nyata melihat hingga akhir tahun 2013 nilai tukar Rupiah
terbukti masih melemah, apakah ini masih akan berlanjut? Prediksi para analis
ekonomi, faktor ekonomi global dampaknya masih akan menyelimuti perekonomian
dunia, maka selain Rupiah beberapa negara emerging markets, mata
uangnya juga akan melemah.
Akar Masalah
Secara alami, nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh kondisi
penawaran-permintaan (supply-demand) pada mata uang tersebut. Jika
permintaan meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, nilai tukar
mata uang itu akan naik. Sebaliknya jika penawaran pada mata uang itu
meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata
uang itu akan melemah. Sehingga peristiwa tahun 2013 misalnya, merupakan yang
meningkat penawaran terhadap rupiah sementara permintaannya menurun.
Paling tidak ada 3 (tiga) faktor yang akan mempengaruhi. Pertama, keluarnya sebagian besar
investasi portofolio asing dari
Indonesia. Keluarnya investasi portofolio
asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah karena dalam proses ini investor asing
menukar Rupiah dengan mata uang utama dunia, seperti Dolar AS untuk diputar dan
di investasikan di negara lain. Hal ini berarti akan terjadi peningkatan
penawaran atas mata uang Rupiah. Peristiwa tersebut akan simetris dengan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang akan cenderung turun sejalan dengan
kecenderungan penurunan dari Rupiah. Ini merupakan masalah klasik tentang
mobilitas kapital internasional, mobilitas kapital yang tinggi tentu akan
menyebabkan naik-turunnya sebuah mata uang.
Harapan investor yang mengambil uangnya dari negara emerging
markets seperti Indonesia karena peluang investasi portofolio di AS memberikan hasil yang lebih menguntungkan
dibandingkan Indonesia dan negara sejenis. Karena memang hasil obligasi
pemerintah AS (government bond) tinggi dan telah menjadi benchmark
bagi para investor tersebut.
Kedua, adalah faktor yang menyebabkan tingginya penawaran dan rendahnya
permintaan atas Rupiah, adalah neraca perdagangan Indonesia yang defisit,
ekspor lebih kecil daripada impor. Defisit neraca perdagangan Indonesia selama
2014 diperkirakan akan tetap besar pada sektor non migas, sedangkan sektor
migas dan komoditas unggulan seperti CPO misalnya tetap memberikan nilai
surplus.
Mengapa terjadi demikian? karena pengusaha kita telah membuat kontrak yang
besar di tahun 2014 ini terhadap impor raw material (khususnya terhadap China)
yang akan digunakan guna kebutuhan di dalam negeri. Akar masalah inilah yang
menjadikan Rupiah lemah, karena highly
dependent on import, seharusnya merubah kultur menjadi bangsa
unggul, bangsa swasembada di segala bidang. Dengan kekayaan alam dan potensi
SDM seyogyanya kita mampu.
Atas dasar faktor kedua itu sehingga impor tersebut yang menggunakan mata
uang utama dunia (misalnya dollar) akan menaikkan penawaran atas mata uang
negara importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang
negara importir dengan mata uang negara asal. Karena selama 2013, impor
Indonesia lebih besar daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan
nilai tukar Rupiah. Tahun ini karena pengaruh perlemahan tahun lalu (2013)
apabila tren Rupiah perlahan-lahan melemah akibat pengaruh ekonomi global, yang
akan terkena dampaknya adalah harga komoditas impor, baik bahan baku serta
barang modal.
Harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, umumnya Dolar,
sehingga jika nilai mata uang negara tujuan melemah, maka harga komoditi
impor otomatis naik. Melemahnya Rupiah tidak hanya berdampak pada kenaikan
harga komoditas impor saja, namun juga dari utang luar negeri, karena utang
luar negeri jelas-jelas ditetapkan dengan mata uang asing, Apabila nilai tukar
Rupiah berbanding lurus dengan Dollar AS yang melemah sebesar 10%, maka
nilai Rupiah dari utang yang ditetapkan dalam Dollar AS itu juga akan naik
sebesar 10%.
Faktor ketiga,
adalah faktor kultur bangsa kita yang bersifat konsumtif dan boros serta public
policy terkait hutang. Karena pemerintah akan kesulitan berhutang didalam
negeri, maka kekurangannya akan dilakukan dengan berhutang ke luar negeri.
Kebijakan pemerintah yang berlandaskan pencitraan neoliberal akan tetap tidak konsisten. Bila dahulu BBM diturunkan, maka kemudian
dinaikkan, apabila hutang dalam negeri sudah jenuh maka Pemerintah akan
menghubungi Bank Dunia(Sri Mulyani), meminta tambahan hutang luar negeri.
Akibatnya karena hutang harus dibayar dengan mata uang dollar, nilai tukar
Rupiah dipastikan melemah.
Atas dasar penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa jatuhnya nilai tukar
R
Ekonom
Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan rupiah akan tertekan hingga
semester II-2014 yang akan mencapai Rp 11.700 per dolar AS. Namun pada akhir
tahun akan menguat kembali hingga mencapai Rp 10.900 per dolar AS pada triwulan
IV nanti (katadata.com).
Kesimpulan sementara, tren perlemahan di tahun 2014 akan berlanjut meng
copy paste setidaknya seperti perlemahan tahun 2013 meskipun tidak separah
tahun 2013 lalu. Kita tunggu saja apakah setelah pilpres rupiah akan melemah
atau justru malah menguat? Yang jelas kita sebagai warga negara Indonesia
menaruh harapan besar kepada presiden terpilih 2014 nanti supaya menjadikan
perekonomian Indonesia lebih berjaya kedepannya,semoga..
Deva Abna
Zainillah_7211413114_Jurusan Akuntansi FE Unnes
Balasan email pak dosen :
hihi seneng banget deh :D